Brebes – Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pestisida palsu di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Salah satu di antaranya adalah perawat puskesmas.”Ketiganya merupakan jaringan pengedar pupuk dan pestisida palsu. Pengungkapan ini merupakan hasil pengembangan kasus pengungkapan pestisida palsu pada 2019 lalu,” kata Wakapolres Brebes Kompol M Faisal Perdana saat jumpa pers di Mapolres Brebes, Jumat (3/1/2020).Faisal menjelaskan pengungkapan kasus pemalsuan pupuk dan obat pertanian tersebut berasal dari laporan masyarakat. Setelah dikembangkan, dilakukan penangkapan tiga orang pelaku pemalsu pupuk dan obat pertanian jenis pestisida.
Ketiganya yaitu pemilik gudang rongsok di Desa Dukuhturi, Ketanggungan, berinisial AA (47), serta W (45) dan DE (30), keduanya warga Desa Limbangan, Kecamatan Kersana. DE adalah seorang perawat Puskesmas di Kecamatan Kersana.
Mereka ditangkap di lokasi yang berbeda, dua pelaku diamankan di Kersana dan satu orang pelaku diamankan di Ketanggungan. Faisal menyebutkan ketiga pelaku memiliki peran masing-masing dalam kasus ini.AA berperan sebagai penyedia botol kemasan pestisida palsu hasil daur ulang. Kemudian W berperan sebagai pembuat pestisida yang memiliki kerja sama dengan AA sebagai pemasok wadahnya. Sedangkan DE merupakan pelaku pemalsu pupuk jenis Furadan dari jaringan lain.”Ada yang pembersih, atau penyedia botol dan pengisi botol,” jelasnya.
Ketika diwawancarai, W mengatakan dirinya sudah menjalankan bisnis pestisida palsu dari berbagai jenis dan merek selama tiga tahun. Pestisida palsu buatannya kemudian didistribusikan melalui penjual yang juga seorang pemain pupuk dan pestisida palsu”Sudah tiga tahun usaha membuat pestisida palsu. Yang jual orang lain, pemain juga,” ujar W.
Botol-botol pestisida yang dipakainya diperoleh dari AA. Setiap botol bekas daur ulang dibelinya dengan harga Rp 3.000 untuk ukuran 1 liter. Bahan baku pestisida palsu itu dibeli W dari Bandung, untuk kemudian dioplos dan dimasukkan dalam kemasan bekas tersebut.
Dari penuturannya, harga jual pestisida palsu tersebut memang sama dengan pestisida asli. Ini untuk meyakinkan pembeli agar produksinya itu seperti asli. Dalam setiap botol, dirinya memperoleh keuntungan Rp 15 ribu tiap botol berbagai merek pestisida setelah dikurangi biaya produksi.
“Saya edarkan ke beberapa daerah. Di Brebes sendiri, Pekalongan, Pemalang, terus di Jawa Barat itu di Indramayu,” ucapnya.
Keterangan pelaku lain, AA mengatakan, botol bekas daur ulang ini diperoleh dari pemulung. Tiap satu botol dibeli dengan harga Rp 100 untuk botol kecil dan Rp 200 untuk botol besar.
“Setelah dibersihkan dan diperbaiki labelnya, botol itu saya jual ke beberapa orang dengan harga Rp 3.000 per botol,” kata AA.
Selain di wilayah Brebes, ujar AA, botol daur ulang juga dikirim ke beberapa daerah lain di Indonesia. Di antaranya ke Medan dan Lampung. Pengiriman botol daur ulang tersebut melalui jasa paket bus
Sementara, DE menjelaskan, memproduksi berbagai pupuk pertanian berbagai jenis dan merek, salah satunya adalah Furadan. Dalam memalsukan pupuk ini, dia menggunakan pasir dan zat pewarna. Dua bahan itu kemudian dicampur dan dikemas dalam plastik.
“Pupuk tabur yang diproduksi terbuat dari pasir yang dicampur zat pewarna. Tidak ada unsur pupuknya sama sekali,” cerita DE.
Saat ini, ketiga pelaku dan sejumlah barang bukti sudah diamankan oleh pihak kepolisian. Polisi masih melakukan pengembangan untuk mengungkap keterlibatan pelaku lainnya.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 60 ayat (1) huruf g Jo Pasal 28 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.