Jakarta – Industri penerbangan menjadi salah satu yang terdampak paling parah akibat kehadiran pandemi COVID-19. Tak hanya maskapai penerbangan saja berdarah-darah terdampak wabah itu, bisnis pengelolaan bandara juga ikut kena imbas.
Lalu, separah apa pandemi COVID-19 memukul industri ini? Mungkinkah industri tersebut pulih dengan segera saat vaksin COVID-19 yang jadi penentu berhasil ditemukan?Simak wawancara eksklusif detikcom dengan Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin.
Jadi kalau di situasi pandemi COVID-19 ini bandara harus tetap beroperasi karena bandara tidak boleh di-nonaktifkan atau di-non-operasikan. Hal-hal yang mungkin yang perlu ditata adalah pada saat adakah melayani penerbangan atau tidak.
Dan ini sudah kondisinya sudah terlewati pada saat yang cukup sulit pada situasi mungkin April pada saat pembatasan perjalanan orang itu kan terjadi cukup masif dengan berbagai regulasi yang dikeluarkan. Ada PSBB, ada larangan mudik, kemudian juga ada SIKM, karena pada saat itu, April, Mei, Juni itu dan berakhir di 7 Juni, itu mungkin pada saat itu pembatasan perjalanan orang kan konsepnya adalah pengendalian dan pengawasan.
Sehingga memang masyarakat pun dihimbau untuk membatasi perjalanannya dan dampaknya kan memang secara regulasi itu cukup baik terhadap bagaimana kemudian pembatasan perjalanan itu terjadi.
Nah mungkin saya bisa share data, bagaimana kemudian, apa yang tadi saya sampaikan itu berkorelasi terhadap pergerakan di data angkutan udaranya.
Nah jadi mungkin ini ada data dari tanggal 1 Maret-24 Agustus. Data ini memperlihatkan bagaimana kemudian pergerakan pesawat dan penumpang itu relevan dengan berlakunya regulasi-regulasi tadi.
Jadi kalau kita lihat grafik batang yang warna biru muda dan biru tua itu adalah pergerakan pesawat. Jadi grafik batang biru muda itu adalah pergerakan pesawat.
Kalau kita lihat pertengahan Maret itu sudah terjadi penurunan, itu kan pada saat pertama kali Presiden mengumumkan adanya positive cases yang pertama, tanggal 2 Maret waktu itu.
Jadi Januari-Februari, angkutan udara itu pergerakannya masih normal, itu bisa diperlihatkan dari grafik batang warna biru muda dan biru tua, itu adalah pergerakan pesawat domestik dan internasional. Yang biru tua internasional, biru muda domestik.
Nah yang garis grafik warna merah itu, itu adalah pergerakan penumpang, jadi sampai dengan pertengahan Maret kemudian April turun dan sampai ke bulan Mei, dan terus berlanjut sampai dengan tanggal 7 Juni.
Nah 7 Juni, ada PM 25 (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2020) dan SE 32-33 Surat Edaran Dirjen Perhubungan Udara termasuk SE 05 dari gugus tugas itu selesai berakhir tanggal 7 Juni.
Lalu bagaimana efeknya saat PSBB hingga larangan mudik?
Jadi kita ingin memperlihatkan pada saat pemberlakuan WFH, PSBB, bulan puasa larangan mudik, itu memang masyarakat lebih dihimbau untuk tidak melakukan perjalanan secara masif. Jadi pembatasan pengendalian pengawasan itu terjadi. Dan efektifitas dari regulasi itu sebenarnya berdampak mengerem pergerakan orang, jadi kita melihat dari sisi positifnya seperti itu.
Seberapa besar kerugian yang dirasakan AP II akibat adanya pandemi COVID-19?
Ya jadi kalau kita bicara dalam konteks kerugian, kita melihat dulu di data produksinya. Jadi data produksi itu tadi kan, produksi di pergerakan pesawat dan pergerakan manusianya atau penumpangnya.
Rencana bisnis apa saja yang tertunda akibat COVID-19?
Sebagian besar rencana business-nya adalah di pengembangan infrastruktur bandara dan itu rata-rata sebagian besar juga adalah di gedung terminal, jadi kalau di Airside Facilities kebetulan projek-projek besarnya alhamdulillah sebelum COVID-19 melanda itu sudah selesai seperti Runway 3 sudah selesai, kemudian east cross taxiway itu sudah selesai.
Kemudian yang cukup besar itu kan pengembangan Terminal 3 dengan penambahan extension di Pier 1 sudah selesai, terus ada beberapa yang memang seperti hotel Terminal 3 kebetulan juga sudah selesai, jadi memang yang cukup berdampak ini adalah beberapa yang memang perluasan atau pengembangan infrastruktur bandara khususnya gedung terminal tapi di luar Soekarno Hatta.
Bagaimana dengan perkembangan anak usaha AP II selama pandemi ini? Apa saja rencana kerja anak usaha AP II yang tertunda akibat pandemi COVID-19?
Anak usaha AP II itu yang tervalidasi dalam laporan keuangan ada 5 jadi ada AP Solusi, AP Kargo, AP Propertindo, AP Aviasi untuk persiapan strategic partnership untuk Bandara Internasional Kuala Namu dan yang terakhir adalah Gapura Angkasa.
Apa saja upaya AP II untuk bertahan hadapi COVID-19?
Jadi upaya yang paling strategis yang kami lakukan adalah kita menjalankan business continuity management kita secara konsisten dan itu kita berlakukan sejak 1 April 2020 dan skenario itu memuat 3 unsur tadi yang saya sebut pertama adalah cost leadership, kedua capex disbursement dan ketiga adalah cash management.