Kupang – Dalam upaya meningkatkan akuntabilitas dan integritas internal, Bidang Propesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) memegang peranan vital dalam mengawal etika dan disiplin di lingkungan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur. Dengan tanggung jawab yang meliputi fungsi pertanggungjawaban profesi serta pengamanan internal, Bidpropam Polda NTT bertekad untuk memastikan bahwa anggota Polri senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan dan kode etik kepolisian.
Salah satu pendekatan yang diimplementasikan oleh Bidpropam adalah melalui CATATAN PERSONEL (CATPERS), yang mana merupakan prosedur dokumentasi dan penanganan terhadap anggota Polri yang terindikasi melakukan pelanggaran. Kabidhumas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K., menegaskan bahwa CATPERS menjadi sangat penting untuk menangani kasus anggota yang diduga melanggar. “pegawai negeri Polri akan dinyatakan memiliki CATPERS dan statusnya dianggap belum selesai jika hasil penyelidikan PAMINAL menunjukkan indikasi kuat pelanggaran.”
Dokumentasi penting dalam mendukung CATPERS mencakup seluruh deretan laporan yang relevan, yang dikeluarkan oleh instansi terkait seperti Biro Provos. Hal ini memastikan bahwa proses penyelidikan dapat dilanjutkan dengan transparansi dan akuntabilitas penuh. Kombes Ariasandy juga menjelaskan bahwa CATPERS bisa dipandang selesai bila anggota yang terlibat “telah menjalani sanksi disiplin atau pidana dan memperoleh surat keterangan tidak terbukti, tidak bersalah, serta rekomendasi penilaian dari pejabat berwenang.”
Peraturan dan kebijakan yang mengatur Bidpropam tidak hanya fokus pada penegakan disiplin, tetapi juga pada pelayanan pengaduan masyarakat. Mekanisme ini memberikan wadah kepada masyarakat untuk melaporkan setiap penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polri. Hal ini sesuai dengan berbagai peraturan kepolisian dan kode etik yang telah ditetapkan, yang melindungi integritas profesi dan menjamin pelayanan Polri yang berkualitas.
Sanksi yang diberlakukan oleh Bidpropam kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran meliputi sanksi moral, disiplin, hingga pidana. Ketegasan dalam penerapan hukuman bertujuan untuk menunjukkan efek jera, sebagaimana diungkapkan Kombes Ariasandy, dan demi menjaga integritas Polri sebagai lembaga.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan publik adalah pelanggaran yang dilakukan oleh Ipda Rudi Soik, yang mengakibatkan jatuhnya sanksi Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PTDH). Menurut Kabidhumas, “tujuh di antaranya terbukti bersalah dan telah menjalani berbagai hukuman. Riwayat pelanggaran disiplin yang berulang ini membuatnya dianggap tidak layak untuk dipertahankan sebagai anggota Polri.”
Keputusan ini mencerminkan sikap tak kenal kompromi dari Bidpropam Polda NTT dalam menegakkan disiplin dan ketertiban di lingkungan Polri, sembari menandaskan perlunya setiap anggota memenuhi standar yang telah ditetapkan. Proses rehabilitasi dan tindakan hukum yang adil oleh Bidpropam Polda NTT diharapkan dapat menjadi tonggak dalam upaya menjaga kepercayaan publik dan memperteguh integritas kepolisian. Dengan demikian, Bidpropam terus bertekad memperkuat citra Polri sebagai institusi penegak hukum yang profesional dan bertanggung jawab di mata masyarakat.