TEMPO.CO, Jakarta – Greenpeace Indonesia, lembaga nirlaba yang bergerak di bidang lingkungan, meluncurkan laporan berjudul “Terungkap: Tambang Batu Bara Meracuni Air di Kalimantan Selatan”, Rabu, 3 Desember 2014. Laporan tersebut berisi tentang limbah tambang batu bara yang memiliki tingkat keasaman rendah dan mengandung kandungan logam berat.
“Kondisi kandungan tersebut berisiko mencemarkan 3.000 kilometer sungai dan rawa-rawa di Kalsel,” kata Arif Fiyanto, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, dalam konferensi pers peluncuran laporan di Hotel Akmani, Jakarta Pusat. Dia mencatat, setidaknya sepertiga wilayah Kalsel telah menjadi lahan tambang.
Arif menuturkan laporan ini disusun selama sekitar sembilan bulan. Laporan ini disusun berdasarkan 29 sampel yang diambil dari kolam penampungan limbah dan lubang-lubang bekas tambang dari lima konsesi perusahaan tambang. Hasil pantauan mengungkap tingkat keasaman tanah (pH) yang sangat rendah.
“pH sebesar 2,32 sampai 4,4,” ujar Hilda Meutia, peneliti utama laporan ini. Jumlah tersebut, kata dia, tak sesuai dengan tingkat keasaman tanah yang diatur pemerintah dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah. Dalam beleid tersebut, tingkat keasaman pada 6-9 pH.
Tak hanya asam, di beberapa sampel juga mengandung logam berat. Sebanyak 17 sampel di antaranya mengandung mangan (Mn) hingga sepuluh kali lipat melebihi ambang batas. Kandungan besi (Fe) di tujug sampel mencapai 40 kali lipat. Padahal, berdasarkan aturan Kementerian, kandungan besi hanya boleh mencapai 7 miligram per liter dan mangan sebesar 4 miligram per liter.
Bahkan sampel air mengandung jenis logam berat yang tak diatur keberadaannya, seperti nikel (Ni), tembaga (Cu), zinc (Zn), aluminium (Al), kromium (Cr), kobalt (Co), merkuri (Hg), dan vanadium (Vn).
Sejak 2011, lebih dari 30 persen batu bara nasional dihasilkan 14 perusahaan yang tersebar di Kalsel. Pada tahun yang sama, 118 juta ton dari 353 juta ton batu bara Indonesia disumbang oleh belasan perusahaan batu bara tersebut.
Meski belum terlihat dampak besar dari limbah tambang batu bara pada lingkungan sekitar, Greenpeace menuntut pemerintah setempat dan pusat melakukan pemantauan ulang terhadap tambang-tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Sebab, berdasarkan pantauan lapangan ini, banyak perusahaan tambang di provinsi tersebut terindikasi melanggar standar nasional dalam pembuangan limbang hasil pertambangan.