JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah aktivis lingkungan dari Nusa Tenggara Timur mendatangi Markas Besar Polri di Jakarta, Senin (4/2/2013). Didampingi aktivis lingkungan dari Jakarta, mereka mendesak polisi mengusut tuntas perusakan kawasan hutan lindung dan penyelewengan tata ruang di Manggarai Barat, NTT. ”Selasa besok (hari ini), kami akan mendatangi Kejaksaan Agung untuk menanyakan perkembangan kasus yang sudah ditangani,” kata Yohanes Kristo Tara dari Justice, Peace, and the Integrity of Creation (JPIC), Senin, di Jakarta. Kedatangan mereka ke Jakarta itu untuk mendorong penegak hukum di daerah agar lebih serius menyikapi perusakan hutan atau lahan di provinsi kepulauan tersebut. ”Di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, kami ditanyai pengawas penyidik soal perusakan kawasan hutan lindung dan penyelewengan tata ruang yang telah dilaporkan ke Polres Manggarai Barat tahun 2009,” kata Yohanes. Berdasarkan informasi langsung dari polisi, kasus tersebut sudah lima kali P19 (berkas dikembalikan oleh jaksa ke penyidik karena kurang lengkap). Untuk itu, mereka akan menemui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung. ”Perusakan hutan lindung dan pelanggaran tata ruang terjadi kasatmata, apa yang susah dibuktikan?” kata dia. Para aktivis itu melaporkan perusakan hutan lindung di daerah Tebedo dan pelanggaran tata ruang di Batu Gosok, keduanya di Manggarai Barat dan dikelola perusahaan berbeda.
Kawasan hutan lindung Tebedo digunakan untuk pertambangan emas sejak tahun 2008 dengan membuka 8 parit. Kini, aktivitas sudah berhenti, tetapi meninggalkan kerusakan berupa lubang-lubang galian dan lumpur. Beda perlakuan Menurut Yohanes, di lokasi yang sama, sebelum tambang masuk, sembilan warga ditangkap dan dipidana karena mengambil kayu di hutan lindung setempat. Mereka divonis setahun penjara. ”Mudah sekali aparat menangkap masyarakat yang mengambil kayu dan memidanakannya. Kalau pertambangan besar merusak pada lokasi yang sama dan kerusakannya kasatmata, sulit sekali,” kata dia. Di Batu Gosok, Peraturan Daerah Nomor 30 Tahun 2005 tentang Tata Ruang Kabupaten Manggarai Barat mengalokasikan daerah itu sebagai kawasan wisata. Batu Gosok merupakan zona penyangga Taman Nasional Komodo. Yohanes mengatakan, saat ini penanggung jawab usaha pertambangan di Batu Gosok mengajukan tuntutan terhadap Bupati Manggarai Barat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Penyebabnya, bupati menolak perpanjangan izin usaha pertambangan yang sudah habis. Siti Maemunah dari Koalisi Masyarakat Sipil (CSF) dan anggota Dewan di Jatam menyatakan, perusakan hutan dan lingkungan di Manggarai Barat memperkuat kesan pembiaran terjadinya pelanggaran. Meski tanpa dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dan izin alih fungsi lahan/hutan, aktivitas usaha bisa dilakukan. ”Pemerintah atau negara yang semestinya meregulasi korporasi, justru memfasilitasi mereka melanggar berbagai aturan dan menghancurkan ekonomi warga di sana,” kata dia. (ICH)